Bapakku adalah seorang Pria yang hebat. Bapakku merangkap sebagai ibuku, pekerjaan itu dia rangkap semenjak ibu kami meninggal waktu melahirkan Ragil, pendarahan yang hebat membuat ibu tak bisa bertahan. Tak bisa membuat dia menunaikan kewajiban dia untuk yang terakhir kali ke Ragil, menyusui dan membimbing dia ke dunia ini.
Tugas ibu semenjak itu telah di ambil alih oleh bapak secara penuh, bekerja keras menafkahi kami, membuat kami semua bisa bersekolah hingga lulus kuliah dan menjadi sarjana. Merawat dan mengasuh kami di tengah kesibukannya sebagai wirausahawan. Ya, bapak meninggalkan pekerjaannya sebagai pegawai bank dan mengambil resiko dengan membuka sebuah rumah makan kecil, semua itu dilakukan agar dia bisa merawat kami sepenuhnya tanpa melewatkan perkembangan kami, setiap moment berharga yang tidak bisa dia bagi ke ibu.
Hidup kami waktu itu berkutat pada rumah makan kami dan sekolah. Rumah makan kami saat itu masih menjadi satu dengan rumah, bapak menggunakan garasi rumah saat itu sebagai tempat berjualan makanannya. Posisi rumah kami yang dekat dengan jalan besar membuat rumah makan kami ramai dikunjungi. Di mulai dari seukuran garasi mobil sekarang kami memiliki sebuah rumah makan yang cukup besar disamping rumah kecil kami. Bapak tidak mau membangun Rumah makan jauh dari rumah karena ingin terus memperhatikan perkembangan kami.
Bapak adalah pribadi yang ramah namun tegas, tidak pernah sedikitpun menggunakan kekerasan kepada kami bila kami salah atau nakal. Pengalamanku waktu masih kecil ketika aku memukul temen sekelasku hingga bapak dipanggil kesekolah, beliau datang dengan tetap tersenyum. Menemui wali kelasku dan meminta maaf kepada orang tua temanku yang aku pukul tadi. Memintaku meminta maaf kepada temanku dan orangtuanya kemudian menggandengku pulang dengan hangat. Sesampainya dirumah beliau hanya bertanya “alasan bertengkar tadi kenapa dek?” dengan lembut sehingga tanpa sadar aku pun menangis lega dan mengutarakan semua alasan kenapa aku bertengkar dan sebagainya, lalu dengan lembut bapak hanya berkata “ya sudah kalau sudah mengerti jangan diulangi lagi dan tadi sudah minta maaf secara tulus kan?” sembari mengusap kepalaku dengan lembut dan membuatkan susu coklat.
Setiap kali kami ada masalah bapak selalu menenangkan kami dengan mendengarkan keluhan dan cerita dengan sabar kemudian menengangkan kami dengan segelas susu coklat. Ketika aku bertanya kenapa susu coklat pak? bapak hanya menjawab dengan ringan, agar kamu lebih tenang dan bisa beristirahat sehingga besok sudah fresh untuk berfikir lagi sembari memberikan senyuman yang hangat.
Bapak ada orang tua yang konservatif dan sangat possesif terhadap anak-anaknya, teringat kejadian waktu mbak pertama kali pacaran, beliau cemas mengawasi mbak dengan pacarnya di ruang tamu melalui ruang makan yang hanya dibatasi sekat sebuat lemari besar. Mencuri dengar dan kadang berdeham sesekali. Beliau baru mengijinkan mbak untuk pergi dengan pacarnya ketika dirasa bahwa dia sudah mengenal pria tersebut dengan jelas, mulai dari no telfon rumah nama orang tua alamat dsbnya. Mbak waktu itu sempet keberatan namun dengan sabar bapak menjelaskan bahwa itu semua demi kebaikan mbak, bahwa dia ingin agar anak2nya aman. Bahwa dia menitipkan anaknya ke orang yang tepat. Semenjak itu mbak tidak pernah berkeberatan bahwa lebih bertanggung jawab. Aku dan Ragil? kami pun diperlakukan yang sama namun kami diberi tahu bahwa ketika membawa anak gadis seseorang, kamu harus bertanggung jawab sepenuhnya. baik secara keamanannya maupun perasaannya, beliau mewanti wanti bahwa ketika kami membawa anak seseorang untuk sekedar kencan, maka kami harus memulangkannya sesuai dengan janji dan tidak membuatnya bersedih.
Bapak akan mengusahakan yang terbaik bagi kami semua, beliau kadang kala lupa membeli keperluan untuk dia sendiri. Kami selalu ingat, setiap lebaran menjelang. Beliau selalu mengantarkan kami ke gerai pakaian, dengan sabar memilihkan pakaian untuk kami namun beliau sendiri hanya membeli sebuah sarung dan baju koko. Bagi dia tidak perlu pakaian baru untuk menyambut Lebaran yang berarti bagi dia adalah hati yang baru. Namun dia ingin membahagiakan anak-anaknya dengan memberikan hadiah bagi mereka yang sudah berjuang menahan lapar dan haus juga mengendalikan emosi selama sebulan penuh dengan Baju baru, bagi kami kini baju baru bukanlah kewajiban tapi apa yang dibilang oleh bapaklah yang wajib bagi kamu setiap lebaran, sebuah hati yang baru.
Bapak Adalah Pribadi yang religius, beliau mengajarkan kami agama. Mengajarkan kami apa itu islam, menceritakan cerita tauladan tauladan, mengajari kami sholat dan mengaji. Beliau tidak pernah memaksa kami untuk beribadah, beliau hanya mengingatkan saja setiap waktu beribadah tiba. Beliau selalu berkata kepada kami bahwa beribadah itu adalah kewajiban, kewajiban yang dilakukan oleh hamba Tuhan sebagai bentuk syukur atas segala nikmat yang diberikan. Kita tidak berhak untuk memaksa hanya mengingatkan, karena ibadah itu berhubungan langsung dengan Tuhan dan hambanya. “Kalau Bapak memaksa maka sholatnya tidak ikhlas karena merasa dipaksa, belum kalau marah, masa berdoa sama tuhan sambil marah-marah? kan ga sopan seperti itu pada pemberi hidup bukan?” itu adalah jawaban yang diberikan bapak ketika aku bertanya kenapa beliau tidak pernah memaksa kami sambil marah-marah seperti orang tua teman teman kami.
Sekarang kami semua sudah telah bekerja, Mbak meneruskan usaha Bapak meski dia telah lulus sebagai sarjana manajemen. Dia hanya mengurusi manajemen rumah makan saja, untuk produksi telah diserahkan sepenuhnya oleh para pekerja yang bertahun tahun bekerja dengan bapak. Bapak hanya sekali kali mengecek produksi karena percaya sepenuhnya dengan mbak, bagaimanapun usahanya ini adalah untuk anak-anaknya. Aku bekerja sebagai dokter, sebuah pekerjaan yang aku idamkan. Bapak mendukungku sepenuhnya dengan semua biayanya. Bapak mengatakan bahwa dokter adalah pekerjaan yang mulia, namun ketika kamu jadi dokter jangan pernah mengambil keuntungan dari pasien yang miskin. Bantulah mereka dengan ikhlas bila kamu bisa membantu, suatu hari itu akan balik lagi ke kamu di kemudian hari. Ragil baru saja lulus sebagai seorang insinyur, dia bekerja di perusahan pengembangan pemukiman, membangun rumah murah. Pemilihan itu pun atas dasar sharing dengan bapak, bahwa pilihlah perusahaan yang mengutamakan warga miskin, jangan mengeruk keuntungan dari warga miskin yang membutuhkan, justru permudahlah kehidupan mereka.
Sebentar lagi lebaran, Hiruk pikuk untuk persiapannya sudah sangat ramai dimana mana. Bapak dengan seperti biasa tidak pernah memikirkan hal itu namun bagi kami, kendatipun Bapak tidak pernah memikirkan itu. Kami ingin memberikan yang terbaik untuk bapak mulai dari lebaran ini ke depannya. Kami ingin menyenangkan dia di usianya. Sekarang bukan saatnya lagi Bapak merawat kami, tapi kami merawatnya. Lebaran kali ini kami semua bisa berkumpul secara lengkap dirumah. Kami memang sengaja tidak memberikan kabar kepada beliau tentang kedatanganku dan ragil. Kebetulan kami berdua bekerja di luar pulau.
Setibanya dirumah, Bapak dengan kaget dan haru memeluk aku dan ragil, takbir sudah berkumandang dimana mana malam. Kami menghabiskan malam itu bertukar cerita dengan Bapak. Kami ingat kebiasaan bapak bahwa beliau hanya mengenakan baju koko sarung dan kopyah baru setiap lebaran, kami pun masing masing menghadiahkan barang itu untuk bapak. Aku memberikan bapak baju koko, ragil sebuah kopyah dan sajadah baru sedangkan mbak memberikan sarung rajut sutra baru. Kami meminta untuk dikenakan saat sholat Ied esok hari, bapak dengan haru mengangguk. Dia berkata “buat apa kalian repot repot seperti ini, melihat kalian berkumpul dengan senang seperti ini udah hadiah lebaran buat bapak. Bapak bangga dengan kalian semua” Pecahlah tangis kami semua seketika itu.
Pagi ini adalah idul fitri, hari kemenangan buat semua umat muslim setelah sebulan berpuasa menahan nafsu dan amarah. Kami semua sudah bersiap siap untuk berangkat hingga tiba waktunya ragil untuk memanggil bapak, biasanya bapak sudah siap terlebih dahulu. Kami semua kaget ketika Ragil kembali ke tempat kami dengan air muka yang menahan tangis, sembari memelukku, dia berkata bahwa Bapak meninggal, aku dan mbak dengan segera berlari ke kamar bapak, melihatnya seperti terlelap di atas kursi malasnya sembari memeluk foto kami berempat dengan menggunakan semua yang kami berikan semalam. Sangat Indah digunakan oleh bapak. Aku memeriksa keadaan dan memastikan bahwa memang bapak telah meninggal, Mbak dengan segara memeluk bapak sembari menangis. Bapak terlihat sangat bahagia di tidurnya yang abadi ini. Kami pun memakamkan beliau pada hari itu juga. Kami tidak bersedih hari itu, kami berbahagia. Bapak beristirahat dengan tenang, segala harapannya sudah tercapai melalui kami. Kami pun bahagia bisa membahagiakan bapak meski dengan bentuk sederhana di akhir waktunya yang tak terduga.
Hari ini, Idul Fitri. Hari kemenangan bagi semua umat muslim. Hari kemenangan bagi bapak dan kami anak-anaknya.
Rory Saroso
Tidak ada komentar:
Posting Komentar