Selasa, 03 Juli 2012

Nenek Oge

Nenek oge adalah seorang yang diusianya yang senja ini masih menyiratkan kecantikan masa mudanya. Dibalik keriput yang menghiasi mukanya masih tersirat kehalusan senyum dan kecantikan pribadinya.
Nenek Oge tahun ini berusia 78 tahun. Meski dengan langkahnya yang tertatih tidak pernah menyurutkan semangatnya untuk merawat kebunnya di lahan milik anaknya, ya nenek Oge sekarang sudah tinggal dengan anak ke tiganya. Diusianya yang senja ini tidak memungkinkan dia untuk ditinggal sendirian maupun mengurus hidupnya sendiri, itulah alasan mengapa anak ketiganya membawanya tinggal bersama dirumahnya yang kecil. Anak Pertamanya telah lama tinggal di luar negeri, birokrasi dua negara yang menyebalkan menyurutkan keinginannya untuk membawa nenek Oge tinggal dengannya. Anak kedua dengan berat hati tidak bisa menawarkan diri untuk merawatnya karena harus menampung keluarga suaminya. Kendati begitu dia kerap datang ke rumah si bungsu hanya sekedar untuk berbicara dengannya.
Nenek Oge membesarkan ketiga anaknya dengan penuh kasih sayang, janda prajurit ini membesarkan mereka dengan sekuat tenaga. Nenek Oge adalah pribadi yang pintar, dia mengolah hasil sawahnya yang kecil seorang diri hingga anak2nya cukup besar untuk membantunya, sawahnya yang kecil merupakan warisan dari keluarga nenek Oge yang merupakan petani, sedangkan suaminya? hanya mewariskan uang pensiunan saja selepas kematiannya. Nenek Oge memutar otak dengan pintarnya untuk mengolah aset-aset yang dimiliknya. Sawahnya adalah mata pencaharian utama, sedangkan uang pensiunanya sebagian digunakan sebagai modal untuk berjualan kue. Dari hasil sawahnya dia berhasil menyekolahkan anaknya hingga lulus kuliah sedangkan dari hasil penjualan kuenya mereka bisa terus makan setiap hari dengan lauk yang sederhana.
Nenek Oge tidak pernah memarahi anak-anaknya, beliau mengajarkan bahwa mengajar dengan kekerasan hanya akan membuat anak-anaknya menjadi pribadi yang tempramen. Beliau mengajarkan kepada anak-anaknya tentang bagaimana bertanggung jawab dan mengatur waktu juga mengajarkan bahwa setiap kesalahan yang terjadi merupakan pembelajaran, sehingga anak-anaknya suatu hari tidak akan melakukan lagi.
Nenek Oge bukanlah wanita terpelajar, dijamannya dahulu perempuan hanya boleh mengenyam pendidikan sebatas SD hal itu tak menyurutkan dia untuk belajar bersama dengan anak-anaknya ketika malam datang, walau hanya sekedar menemani sembari dia membuat kue untuk dijual esok harinya. Namun bagi anak-anaknya beliau adalah guru yang terbaik, kata-kata dan juga saran-saran tentang hidup yang mengembangkan pribadi anak-anaknya hingga seperti ini.
Bagi nenek Oge, Berjuang hidup adalah berjuang demi masa depan anak-anaknya dan melihat mereka dewasa dan bahagia. Itulah mengapa dia tidak pernah menyesal ataupun marah kepada setiap hal yang terjadi, kepada setiap peluh yang jatuh dia tak pernah merasa lelah, senyum anak-anaknya merupakan semangat dan hadiah terindah baginya.
Nenek Oge tidak pernah meminta anak-anaknya untuk membantunya, baik di sawah maupun ketika berjualan kue. Bagi nenek oge, sekolah dan belajar adalah yang terutama yang wajib mereka lakukan namun merekalah yang dengan senang hati selalu membantu ibunya. Bagi mereka meringkan beban ibunya sama dengan wujud bersyukur.
Di tengah kesederhanaan kehidupan mereka dulu, mereka tidak pernah berhenti untuk berbagi, sekecil apapun yang bisa mereka berikan kepada yang membutuhkan maka mereka akan memberikan itu dengan tulus. Dengan cara itu nenek Oge membesarkan anak-anaknya, untuk bersyukur, berbagi dengan sesama sehingga tidak tamak, bertanggung jawab terhadap diri sendiri dan percaya diri serta ikhlas.
Putra Putrinya sekarang sudah menjadi pribadi yang tangguh, pribadi yang bertanggung jawab, murah hati dan ramah. Sebuah mimpi yang menjadi kenyataan bagi dia tugas terutama dia sudah selesai, sekarang tugas dia adalah merawat cucu-cucunya sembari memastikan bahwa mereka bisa tetap bahagia dengan pasang surut kehidupan mereka masing masing.
“Alasanku berjuang adalah orang-orang yang kucintai, memberikan yang terbaik bagi mereka dan melihat mereka tersenyum tak peduli aku bermandi peluh dan darah bagiku adalah hadiah terindah”

Tidak ada komentar:

Posting Komentar